Mengapa kita harus belajar kalau kita ditakdirkan bodoh, kenapa kita harus berlari kalau kita ditakdirkan untuk berdiam diri. Sebuah ungkapan yang menurutku salah besar, pantaskah kita berlindung dibalik kata takdir hanya karena kemalasan kita, pantaskah kita berselimutkan takdir hanya karena kemanjaan kita.

Minimal kita tidak mewariskan pemahaman semacam itu pada anak cucu kita, terangkanlah pada mereka bahwa takdir itu tidak selamanya bersifat tetap, tapi ada juga takdir yang bisa kita rubah dengan ikhtiar, semangat, kemauan kita untuk merubah diri, takdir juga bisa dirubah, didobrak dengan kekuatan do’a.

Coba kita perhatikan bagaimana perilaku anak Sekolah Dasar, kalau mereka ingin meraih takdir mejadi anak yang pintar, maka dia harus rajin belajar, tapi jika mereka malas tanpa semangat dalam belajar, maka mereka sedang mempersiapkan diri kearah takdir menjadi “anak yang bodoh”. Tapi ingat kebodohan itu bisa dihilangkan jikalau anak itu mau merubah dirinya dengan kemauan untuk terus belajar dan berkarya. Jadi, pantaskah kita berlindung dibalik kata takdir hanya karena kemalasan kita. Pantaskah kita mengatakan bahwa saya miskin karena takdir telah menetapkan saya sebagai orang miskin.

Berhati-hatilah dalam memahami sesuatu, bisa jadi kita memasuki suatu keadaan yang menurut pandangan kita sebagai suatu “ketetapan” yang tidak bisa dirubah, padahal itu merupakan pilihan kita sendiri yang tidak kita sadari  atau pura-pura tidak menyadarinya, mungkin karena keterbatasan ilmu kita, mungkin karena ketidakmauan kita dalam mencari ilmu, mungkin karena sifat malas kita, mungkin karena kurangnya motivasi dalam dalam diri kita, dan mungkin karena tipisnya iman yang menyelimuti hati kita.

Begitu banyak orang yang menghujat, mencaci maki sang pencipta hanya karena kemiskinanya, karena kesehatannya, karena keadaan fisiknya, atau karena hal-hal lainnya.

Namun coba perhatikan begitu banyak pula orang yang selalu tersenyum dalam kemiskinannya, begitu banyak pula orang yang yang merasa terhimpit hidupnya karena kekayaan yang dimilikinya.

Fahamilah bahwa tidak selamanya takdir itu bersifat tetap, tapi ada pula takdir yang besifat pilihan yang bisa kita dobrak dengan zikir, fikir dan ikhtiar.

Sebatas takdir yang kutahu